Minggu, 10 Februari 2013


Si Pembisik Presiden – Cerpen Kutu Kata

SI PEMBISIK PRESIDEN

Cerpen Kutu Kata
Tanah untuk Rakyat Merdeka (Gambar Yayak Iskra)
Politik kadang memang di luar akal sehat. Di dalam politik, tidak ada lawan maupun kawan yang abadi, yang ada adalah kepentingan. Selama kepentingan politiknya sama, bisa menjadi kawan. Tapi akan menjadi lawan jika kepentingan politiknya berbeda.
Hans tergopoh-gopoh masuk ke dalam rumah.
“Mom, Mom … Mom!.” Hans memanggil Mommy nya.
Tas ranselnya dilemparkan ke sofa. Jaket almamaternya kemudian menyusul hinggap di punggung sofa.
“Moooom, Moooommmm !.”
Mommy pun keluar dari dalam kamar. Dengan piyama bermotif bunga dan rambut masih digelung.
“Ada apa, Hans?.” Tanya Mommy bingung.
“Moomm, Mom, aku akan jadi orang terkenal, Mom!.” Jawab Hans penuh semangat.
Mommy bingung melihat Hans, anak semata wayangnya berjingkrak-jingkrak kegirangan.
Sambil menggengam lengan Mommynya, Hans berucap keras. “Sebentar lagi aku akan jadi orang terkenal, Mom!.”
Daddy keluar dari kamar, sambil tangan kanannya membetulkan kaca mata plus nya dan tangan kirinya memegang lipatan koran.
Sambil merebut koran yang ada di tangan Daddynya, Hans menunjukkan koran itu pada Mom dan Dad nya. “Wajah Hans akan terpampang besar di halaman pertama koran ini!.”
Mommy dan Daddy hanya saling lirik.
“Siapa yang masuk koran?, kamu?.” Tanya Daddy pada Hans.
Hans mengangguk dengan semangat. “Revolusi, Dad!.”
“Apa?.” Tanya Mommy bingung.
“Hanya dengan Revolusi negara ini akan berubah, Dad!.”
“Maksudmu?.” Tanya Daddy bingung.
“Pokoknya Revolusi!, Itu sudah harga mati, Dad, Revolusi sampai mati!.” Sahut Hans sambil mengacungkan tangan.
Hans meninggalkan Mom dan Dad nya yang masih bengong.
“Hei!, Hans.. jangan gila kau!.” Teriak Daddy pada Hans. Tapi, Hans acuh saja.
*****
Di ruang oval. Mr Presiden berdiri gagah memandangi cermin besar yang ada di ruangan itu.
“Kalau bukan aku, siapa orang yang pantas menjadi presiden di negeri ini?.” Tanya Mr. Presiden dalam hati.
Inggih Pak, inggih pak. Selain bapak, tidak ada orang lain yang lebih berpengalaman untuk menjadi presiden?. Mr Presiden teringat akan laporan Bapak Hari-Hari Omong Kosong, salah satu menterinya.
Seluruh rakyat masih menghendaki bapak untuk jadi presiden. Mr Presiden cuma manggut-manggut saja waktu Bapak Hari -Hari Omong Kosong datang menghadap.
Mr Presiden…Mr Presiden, sudah saatnya anda beristirahat. Menikmati hari tua anda dengan memancing di Kepulauan Seribu, berkunjung ke peternakan anda di Tapos atau bermain dengan cucu. Begitu bisik si Pembisik kepada tuannya, Mr Presiden.
Cucu anda tentu saja akan senang bermain-main dengan Eyangnya, hehehehe…. . Kata si pembisik lagi.
Sudah cukuplah pengabdian anda pada negeri ini, mundur dengan legowo membuat diri anda terlihat elegant.
Kalau aku mundur, siapa yang akan menggantikan aku?. Tanya Mr Presiden pada si Pembisik. Semua anak laki-lakiku tak ada yang bisa diharapkan, borjouis dan foya-foya saja kerjanya. Aku hanya bisa berharap pada putri tertuaku saja.
Bagaimana kalau putri tertuaku saja yang akan menggantikan aku, Pak Hari-Hari Omong Kosong?. Aku akan legowo.
Hah!, apa kata dunia Pak?. Negara kita ini bukan kerajaan. Rakyat masih menghendaki bapak untuk menjadi presiden. Kalau perlu, bapak jadi presiden seumur hidup. Itu yang sedang kita godok di Partai Kuning kita.
Seumur hidup?. Huh!, memalukan!. Kata si Pembisik.
Siapa yang memalukan?. Tanya Mr. Presiden marah. Aku?. Atau si penjilat itu?. Memang sengaja ku pelihara anjing itu karena sampai saat ini dia masih setia padaku. Tapi mata batinku tidak bisa dibohongi, sekali Dorna tetap saja dia Dorna.
Baru saja, anjing anda berkata ; negara kita ini bukan kerajaan. Dan anda bukan raja kan?. Itu yang ku maksud dengan memalukan. Kata si Pembisik.
*****
Tanggal 27 Juli 1996, Di Jalan Diponegoro No 58, Jakarta Pusat.
Terjadi pengambil alihan secara paksa dan penyerbuan kantor DPP Partai Demokrasi Indonesia (PDI) yang dikuasai kubu Megawati Soekarnoputri oleh kubu Soerjadi yang dibantu oleh massa dan segerombolan pemuda cepak dan berbadan tegap, disinyalir gerombolan itu adalah aparat dari kepolisian dan TNI.
Massa pendukung Surjadi dan segerombolan pemuda cepak dan berbadan tegap, bersiap-siap untuk menyerbu. Sasaran utama mereka adalah beberapa pemuda yang berdemo sambil menari-nari dan meneriakkan yel-yel.
“Revolusi!, Revolusi sampai mati!.”
“Revolusi!, Revolusi sampai mati!.”
“Revolusi!, Revolusi sampai mati!.”
Peristiwa penyerbuan ini kemudian meluas menjadi chaos terjadi kerusuhan dan pembakaran gedung-gedung serta beberapa kendaraan di sekitar Jalan Diponegoro, Salemba, Kramat dan Senen.
*****
“Gila kamu, Hans!.” Teriak Daddy sambil membanting koran. Ketika Daddy, Mommy dan Hans sedang sarapan di meja makan.
“Ini Revolusi, Dad, Kita perlu berubah!.” Kata Hans kalem.
“Please, Hans, apa yang sudah kamu lakukan?, sampai Daddymu marah.”
“Coba lihat ini, Mom!.” Sambil Daddy menunjukkan sebuah foto di koran.
“Hah!, sudah gila kamu Hans!.” Teriak Mommy kaget.
“Hans, sudah bilang kan Mom, Hans akan jadi orang terkenal Mom!.”
“Tapi bukan dengan cara seperti ini Hans!.” Kata Mommy pada Hans.
“Sebentar lagi Hans akan dijemput oleh jurnalis media on line dalam dan luar negeri. Hans akan di wawancara sebagai nara sumber, Mom!.”
“Kamu bisa dituduh makar Hans dengan membakar foto-foto presiden!.” Sahut Daddy kesal. “Kalau kamu mau demo, ya demo saja, gak perlu kamu pakai bakar-bakar foto presiden. Subversif itu namanya!”
“Ah, ini sudah biasa Dad dalam sebuah revolusi.”
“Ting nong!, Ting nong!.” Suara bel dari luar pintu.
“Mom Dad, Hans permisi dulu, Hans sudah dijemput.” Hans pamit sambil mencium tangan Mommy dan Daddy nya.
“Eh, Hans kau habiskan dulu rotinya!.” Teriak Mom pada Hans.
“Gampang itu Mom, nanti disana Hans juga dikasih makan!.”
“Jam berapa kau pulang?.”
“Sebentar, Mom nanti sore juga Hans pulang!.”
“Kalau kau pulang malam, jangan lupa telpon Mommy!.”
“OK, Mom Dad, Hans pergi dulu ya..bye!.”
*****
Dua tahun kemudian. Mei 1998.
Krisis ekonomi yang berkepanjangan, rupiah yang terus anjlok, kelaparan dimana-mana, demo mahasiswa yang semakin hari semakin besar, rakyat marah, semua menuntut anda mundur. Kata si Pembisik di dalam pesawat pada waktu Mr. Presiden berkunjung ke negara-negara sahabat.
Percuma anda ke luar negeri, kredibilitas anda sudah hancur!. Kata si Pembisik itu lagi.
Kerut di kening Mr. Presiden mulai nampak. Pipinya pun semakin cekung. Senyum khasnya telah hilang.
Apa yang anda harapkan dari si anjing Dorna itu?. Para penjilat-penjilat lainnya. Mereka semua akan menusuk anda dari belakang. Lihatlah nanti!. Percayalah pada kata-kataku!.
Nrimo dan legowo. Seperti yang sering anda ucapkan kepada para wartawan. Mundurlah dengan legowo. Kapal sudah hampir karam.
Tidak!, aku tidak akan mundur sejengkalpun!. Sampai titik darah penghabisan. Aku akan memberikan kekuasaan ini pada putri tertuaku. Yang kelak nanti akan melindungi aset-aset kekayaanku.
Terserah!. Terserah anda sajalah!. Aku ini kan cuma si Pembisik. Aku ini adalah hati nurani anda sendiri, Mr Presiden. Terserah anda, apakah anda mau mendengarkan apa yang telah aku bisikkan atau anda abaikan saja semua bisikanku.
*****
Akhirnya Mr. Presiden bisa digulingkan dalam sebuah tragedi Mei 1998, yang kemudian dikenal dengan gerakan Reformasi. Kaum muda, para mahasiswa dan kaum intelektual dari kelas menengah yang bediri di baris depan gerakan Reformasi.
Kejatuhan Mr. Presiden memberikan harapan baru. Euforia masyarakat terjadi dimana-mana. Gerakan Reformasi bukanlah akhir dari perjuangan untuk melakukan perubahan di Indonesia. Masih terbentang jalan panjang nan berliku untuk menuju Indonesia baru.
Salah satu hadiah dari gerakan Reformasi adalah sumbat kebebasan bersuara yang dibuka. Pers dibebaskan, masyarakat tak lagi dibatasi dan diawasi dalam berserikat dan berkumpul. Kini semua orang boleh bicara apa saja, termasuk mengkritik pemerintah dan presidennya.
Dulu waktu kekuasaan Mr. Presiden masih absolut, orang-orang yang menentangnyaakan diculik, dibunuh atau dibuang dan sebagian lagi dimasukkan kedalam penjara sebagai tahanan politik yang tak terampuni.
*****
Sebuah bajaj menghampiri Mommy yang sedang berteduh dibawah pohon beringin.
“Eh, Pak Jokowi!.” Sahut Mommy kepada tukang bajaj langganannya.
“Ke Komnas HAM lagi, Mom?.” Tanya Pak Jokowi.
“Iya, Pak!.”
Mommy pun langsung masuk kedalam bajaj yang panas dan sumpek itu.
Disela-sela jeritan mesin bajaj yang memekakkan telinga terjadi dialog antara Mommy dan Pak Jokowi, tukang bajaj langganannya.
“Sudah ada kabar tentang Hans, Mom?.”
“Belum Pak.”
“Si Daddy, Papa nya Hans sebenarnya sih sudah pasrah, Pak.”
“Tapi saya sebagai ibu yang melahirkan Hans, tidak akan menyerah begitu saja.”
“Sebagai seorang ibu, saya selalu berharap Hans masih hidup tapi…kalau memang Hans sudah meninggal, saya harus tahu dimana kuburannya?.” Kata Mommy sedih.
*****
Mereka yang sejatinya menjadi penggerak gerakan Reformasi, lambat laun semakin terpinggirkan. Bagaikan minyak dengan air, idealisme mereka tak bisa disatukan dengan para oportunis. Oportunis-oportunis politik yang menguasai parlemen dan pemerintahan dari pusat sampai daerah.
Seorang Budiman Sudjatmiko yang dituduh sebagai penggerak kerusuhan 27 Juli 1996, sempat dijebloskan ke dalam penjara selama 13 tahun pada masa pemerintahan orde baru. kini sudah hidup makmur. Setelah membubarkan partai Rakyat Demokratik (PRD) yang dipimpinnya karena tidak lolos verifikasi, menjadi kutu loncat dengan menumpang perahu PDIP lalu kemudian menjadi anggota parlemen dan kini hidupnya sudah makmur.
Andi Arif yang menjadi salah satu korban penculikan yang ditengarai dilakukan oleh Tim Mawar yang dipimpin oleh Prabowo Subiyanto, kini masuk dalam pemerintahan.
Anehnya, salah satu dari sembilan aktivis yang diculik Tim Mawar yaitu Pius Lustrilanang, kini malah menjadi tokoh penting di Partai Gerindra, partai yang didirikan oleh Prabowo.
Politik kadang memang di luar akal sehat. Di dalam politik, tidak ada lawan maupun kawan yang abadi, yang ada adalah kepentingan. Selama kepentingan politiknya sama, bisa menjadi kawan. Tapi akan menjadi lawan jika kepentingan politiknya berbeda. Kepentingan siapa?, kepentingan rakyat?, Kalau kita lihat hari ini, sia-sia rasanya gerakan Reformasi yang telah menumpahkan darah. Bagai menggarami air laut. Pantas, kalau sebagian orang mengatakan bahwa politik itu kotor, politik itu kejam.
Diambil dari catatan aktivis yang berserakan.
Cerpen Kutu Kata : Si Pembisik Presiden, 28042012
_______________

Tidak ada komentar:

Posting Komentar